Nama : Faris Ikhwan Erianto
NIM : 201610110311183
Kelas : I-D
Tugas : TT 2
Sejarah Hukum Indonesia
Sejarah politik hukum dalam
penerapan tata hukum Indonesia adalah suatu
pencatatan dari kejadian-kejadian penting mengenai tata hukum Indonesia
di masa lalu yang perlu diketahui, diingat dan dipahami oleh setiap orang atau
suatu bangsa Indonesia. Perlu diketahui dalam pengungkapan sejarah tata hukum
dan politik hukum Indonesia sejak jaman perjuangan sampai jaman kemerdekaan
dapat diklasifikasi menjadi beberapa fase, yaitu : (i) fase pra kolonial; (ii)
fase kolonial; dan (iii) fase kemerdekaan.[1]
A.
Fase Pra Kolonial
Sejak zaman tandu di kepulauan nusantara
ini telah ada suatu kehidupan. Akan tetapi, pencatatan dari kejadian-kejadian
penting terhadap kehidupan bangsa Indonesia baru ada sejak memasuki abad I. Ini
pun diketahui setelah ada penelitian-penelitian dari adanya
peninggalan-peninggalan yang di temukan setelah kehidupan manusia berkembang
dan masuknya kebudayaan dari luar, hubungan antar pulau mulai lancer. Maka
terjadilah kehidupan kelompok sosial yang teratur dibawah kekuasaan seseorang
atau beberapa orang yang dianggap kuat. Terhadap kehidupan ini aka nada bukti
kebenaran yang ditulis agak sistematik, seperti yang terjadi antara lain adanya
Sriwijaya, Pajajaran, Majapahit, Mataram dan sebagainya. Kehidupan bangsa
Indonesia dalam bidang hukum yang mulai jelas dapat di ketahui, yaitu setelah
kedatangan bangsa Eropa terutam orang-orang Belanda dengan usaha menanamkam
pengaruhnya melalui penjajahan.[2]
B.
Fase Kolonial
Pada masa ini (kolonialisme),
berlangsung sekitar 3 ½ abad sejak masa Vereenigde
Oost Compagnie (VOC) pada akhir abad XVII, tatanan hukumnya dapat
dikualifikasikan sebagai tatanan hukum represif in optima forma. Keseluruhan tatanan hukum di maksudkan untuk
menjamin preservasi “rust en orde” dan
konservasi kekuasaan colonial demi kepentingan ekonomi Negara dan bangsa
Belanda, dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat yang terhadapnya
tatanan hukum itu diberlakukan. Juga ketika menjalankan politik hukum secara sadar (berwuste rechtspilitiek) dan menerapkannya dengan menetapkan bahwa
bangsa Indonesia dalam bidang hukum perdata berlaku hukum adatnya.[3]
Persoalan inti bagi politik hukum
pemerintah Hindia Belanda ketika menentukan politiknya terhadap hukum adat
adalah “wet verwavhten wij Eorupeanen van
adatrecht voor regering – soogmerken en onze economische oogmerken ?”
Tampak jelas, bahwa pengakuan persamaan derajat dan nilai budaya dengan
hukumnya akan diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda hanya sepanjang
diperlukan untuk menjamin kepentingan dagang orang Belanda. Pertimbangan “rust en orde” itu pula yang menyebabkan
pemerintah Hindia Belanda meanut dan menerapkan unifikasi hukum. Karakter
tatanan hukum yang represif ini tampak jelas dalam ketentuan
perundang-undangan, pengarutan ketentuan peraturan perundang-undangan pada masa
Hindia Belanda meliputi ketentuan aturan hukum masa berikut ini.[4]
1. Masa Verenidge Oost Indsche Compagnie 1602-1799
Verenidge Oost Indsche Compagnie (VOC) didirikan
oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 supaya tidak terjadi persaingan
antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pribumi.
Tujuan-nya agar dapat memperoleh keuntungan besar di pasaran Eropa. Sebagai
kompeni dagang oleh pemerintah belanda kemudian diberi hak-hak istimewa (octrooi) seperti hak monopoli pelayaran
dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, mengadakan perdamaian dan hak
mencetak uang. VOC melakukan penekanan dalam bidang perekonomian dengan memaksakan
aturan-aturan hukumnya. Ketentuan-ketentuannya merupakan merupakan hukum
positif orang Belanda di “daerah perdagangan.” Hukum positif itu berupa
ketentuan-ketentuan hukum yang di jalankan di atas kapal-kapal dagang di
samping asas-asas hukum Romawi. Ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di atas
kapal dagang itu sama dengan (konkordan) hukum
Belanda Kuno (Oud Nederlandsrecht) yang
sebagian besar merupakan “hukum disiplin” (tuchtrecht).[5]
Pada tahun 1610 pengurus pusat
VOC di Belanda memberikan wewenangnya kepada Gubernur Jenderal Pieter Both. Wewenangnya adalah
membuat peraturan untuk menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan
dengan kebutuhan para pegawai VOC di dareah-daerah yang dikuasai. Di samping
itu, ia dapat memutuskan perkara perdata dan pidana. Peraturan yang dibuat oleh
gubernur jendral itu kemudian berdampingan dengan [eraturan yang dibuat
tetapkan sendiri oleh Direksi VOC di Belanda dengan nama “Heeren Zeventien”.[6]
Terhadap aturan-aturan hukum itu
pernah dicoba suatu penelitian antara lain dilakukan oleh Freijer dan
menghasilkan suatu kitab hukum pada tahun 1760, kitab hukum (kompendium) Freijer itu ternyata hanya
berisi aturan-aturan hukum perkawinan dan hukum waris Islam. Sampai berakhirnya
masa VOC yang dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 13 Desember 1799,
karena banyak menanggung hutang, tidak ada aturan-aturan hukum lainnya lagi
yang berlaku, kecuali yang disebutkan tadi di masa VOC.[7]
1.
Masa
pemerintahan Hindia Belanda 1800-1942
Sejak tanggal 1 Januari 1800
dareah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintahan Bataafsce Republiek
yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand. Kepulauan nusantara sejak itu
mengalami masa-masa penjajahan pemerintah Belanda dengan melaksanakan pedoman pemerintahan
dan aturan-aturan hukumnya negeri Belanda. Untuk mengurus daerah jajahan raja
belanda yang monarki absolute waktu itu menunjuk Daendles sebagai Gubernur
Jenderal.[8]
Pada tahun 1811 Daendles diganti oleh
Jansens yang tidak lama memerintah, Karena tahun itu juga kepulauan Nusantara
dikuasai oleh Inggris. Pemerintahan Inggris mengankat Thomas Stamford Raffles
menjadi Letnan Gubernur. Dalam bidang hukum Raffles mengutamakan susunan
pengadilan. Susunan pengadilan dikonkordansikan susunannya seperti pengadilan
India seperti dibawah ini.[9]
1.
Division’s Court
Terdiri
dari beberapa pegawai pribumi, yaitu Wedana atau Demang dan pegawai bawahannya.
Mereka berwenang mengadili perkara pelanggara kecil dan sipil dengan pembatasan
sampai 20 ropyen. Naik banding dalam
perkara sipil dapat dilakukan kepada Bopati’s
court.[10]
2.
District’s Court
atau Bopati’s Court
Terdiri
dari bupati sebagai ketua, penghulu, jaksa, dan beberapa pegawai bumiputra di
bawah perintah bupati. Wewenangnya mengadili perkara sipil. Dalam memberikan
putusan, bupati meminta pertimbangan jaksa dan penghulu. Kalau tidak ada
persesuaian pendapat, perkaranya harus diajukan kepada Resident’s court.[11]
3.
Resident’s Court
Terdiri
dari Residen, para bupati, Hooft Jaksa Hooft Pengulu. Wewenang-nya mengadili
perkara pidana dengan ancaman bukan hukuman mati. Dalam perkara sipil mengadili
perkara yang melebihi 50 ropyen.[12]
4.
Court of Circuit
Terdiri
dari seorang ketua dan seorang anggota. Bertugas sebagai peng-adilan keliling
dalam menangani perkara pidana dengan ancaman hukuman mati. Dalam peradilan ini
dianut system juri yang terdiri dari 5 sampai 9 orang bumiputra.[13]
Setelah inggris menyerahkan
nusantara kepada belanda pada tahun 1816 sebagai hasil Konvensi London 1814,
maka seluruh tata pemerintahannya mulai diatur dengan baik. Sejak saat itu
sejarah perundang-undangan membagi 3 masa perundangan yang berjalan sebagai
berikut : (a) masa Belsuiten Regerings
1814-1855; (b) masa Regerings Reglement 1855-1926; dan (c)
masa Indische Staatsregeling.[14]
2.
Masa
balatetntara Jepang
Untuk melaksanakan tata pemerintahan
di Indonesia, pemerintahan balatentara jepang berpedoman kepada
undang-undangnya yang disebut “Guinseire”. Setiap peraturan yang diperlukan
pemerintah di Jawa dan Madura dibuat berpedoman pada Guinseirei melalui “Osamu Seirei”. Osamu seirei mengarur segala hal yang diperlukan untuk
melaksanakan pemerintahan; melalui peraturan pelaksana yang disebut “Osamu
Kanrei”. Peraturan Osamu Seirei berlaku
secara umum. Osamu Kanrei sebagai
peraturan pelaksana, isinya juga mengatur hal-hal yang diperlukan untuk menjaga
keamanan dan ketertiban umum. Bagi daerah-daerah luar Jawa dan Madura, ada
sedikit perbedaan dalam membuat dan melaksanakan peraturan. Yang sejenis dengan
Osamu Seirei dinamakan “Tomi Kanrei”,
tetapi lebih tepat kalau dikatakan sebagai undang-undang darurat atau yang
sekarang dikenal dengan sebutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Hal itu karena tidak memerlukan peraturan pelaksana. Selain itu, bagi tiap-tiap
daerah secara otonomi dapat membuat dan melaksanakan peraturan daerah yang
berlaku hanya untuk kepentingan dan keamanan daerahnya sendiri. Peraturan itu
dibuat oleh komandan balatentara Jepang dalam “Tomi Seirei”.[15]
Dalam bidang hukum, pemerintah
balatentara Jepang melalu Osamu Seirei No.1 tahun 1942, dalam pasal 3
menyatakan “Semua badan pemerintahan dan kekuasaan-nya, hukum dan undang-undang
dari pemerintahan yang dahulu tetap diakui sah bagi sementara waktu, asal saja
tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer. Untuk golongan eropa,
golongan Timur Asing Cina, dan golongan Indonesia, Timur Asing bukan Cina yang tunduk
secara sukarela kepada hukum perdata eropa tetap berlaku baginya Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van
Koophandel serta aturan-aturan hukum perdata eropa yang tidak di
kodifikasikan. Sementara itu, bagi golongan Indonesia dan golongan Timur Asing
bukan Cina yang tidak tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap
berlaku aturan-aturan hukum adatnya. Wetboek
van Strafrech Hindia belanda tetap berlaku, disamping ada peraturan hukum
pidana yang tidak dikodifisikan lainnya. Selain itu, peraturan hukum pidana
yang di keluarkan oleh pemerintah balatentara Jepang berdasarkan Osamu Gunrei
No.1 tahun 1942, Gunseirei Nomor Istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei No.25
Tahun 1944, tentang Guinrei Keizirei memuat aturan-aturan pidana mengenai
peraturan umum dan peraturan khusus. Lembaga Peradilan Hindia Belanda juga
tetap di gunakan, kecuali Residentiegerecht
yang di hapus. Adapun susunan lembaga peradilan berdasarkan Guinseirei
No.14 Tahun 1942 Terdiri dari : [16]
a.
Tihoo
Hooin, berasal dari Landraad (Pengadilan negeri).
b.
Keizai
Hooin, berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian).
c.
Ken
Hooin, berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten)
d.
Gun
Hooin, berasal dari Districtsgerecht (Pengadilan Kewedanan)
e.
Kaikyoo
Kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah Islam
Tinggi).
f.
Sooyoo
Hooin, berasal dari Priesterraad (Rapat Agama).
g.
Gunsei
Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan Negeri),
berasal dari Paket voor de Landaren.[17]
Semua peraturan hukum dan proses peradilannya
selama masa balatentara Jepang berlaku sampai Indonesia merdeka.[18]
C.
Fase Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia memproklamasikan sebagai bangsa merdeka dan lepas dari penjajahan
siapapun juga di dunia ini. Sebagai bangsa yang merdeka, untuk melaksanakan
kemerdekaannya memerlukan wadah organisasi bangsanya dalam bernegara. Maka pada
tanggal 18 Agustus 1945 berlaku sebuah Undang-Undang Dasar supel dan elastic
untuk menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia yang merdeka, bersatu dan
berdaulat merupakan satu kesatuan bernegara. Sejak saat itu, mulailah
dilaksanakan hasil perjuangan kemerdekaan bangsa tersebut dengan tata susunan
kenegaraan yang berpedomankan kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian
dikenal dengan sebutan Undag-Undang Dasar 1945.[19]
Untuk meihat perkembangan tata hukum
Indonesia setelah kemerdekaanya dari melunggu penjajahan bangsa lain yang
mendasarkan pada ketentuan normatif UUD 1945 sampai sekarang; maka akan
didapatkan masa penyelenggaraan pemerintahan Indonesia merdeka sebagai roda dan
dinamikanya menerapkan tata hukun Indonesia sebagai kebijakan politik hukum
yang akan terbagi menjadi 3 masa pemerintahan Indonesia merdeka, yaitu: (1)
masa Orde lama; (2) masa Orde Baru; dan (3) masa Orde Reformasi..[20]
1.
Masa
Orde Lama
Masa Pemerintahan Orde Lama dibawah
pimpinan Presiden Soekarno dan Moh.Hatta sebagai Wakil Presiden yang di
tetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersamaan dengan penetapan UUD 1945 satu
hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dipilih secara aklamasi oleh
PPKI. Sejak tanggal 18 Agustus 1945 itu tata hukum positif di Indonesia adalah
system hukum yang tersusun atas subsistem hukum adat, subsitem hukum Islam dan
subsistem hukum Barat.[21]
Dalam penerapan kehidupan bernegara
pada masa ini megalami sebuah dinami-ka politik yang selama pemerintahan
Presiden Soekarno dibawah pemerintahan Orde Lama dalam menjalankan UUD 1945
menemukan pasan surutnya. Dinamika politik itu yang berbentuk pada politik
hukum pemerintahan dapat diklasifikasikan pada beberapa periode penerapan masa
kebijakan politik hukum pemerintahan yang terbagi menjadi 3 periode, yaitu :
(i) periode 1945-1950; (ii) periode 1950-1959; dan (iii) periode 1959-1965.[22]
A.
Periode
1945-1950 :
Perubahan penting dalam
pelaksanaan hukum pada masa ini adalah penyederhanaan dan unifikasi badan
pengadilan kedalam Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung,
dengan menunjukan hukum acaranya. Hal ini dilakukan dengan dengan UU no. 7
tahun 1947 tentang organisasi dan kekuasaan Mahkamah Agung, yang kemudian
diintegrasikan ke dalam UU No. 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan kekuasaan
Badan-badan Kehakiman dan Kejaksaan. Yang pada dasarnya merupakan kelanjutan
atau penyempurnaan dari apa yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan
Balatentara Jepang, dimana bertujuan untuk memisahkan fungsi eksekutif dan
fungsi yudikatif.[23]
B.
Periode
1950-1959 :
Setelah berlakunya UUDS 1950, pemerintah melakukan berbagai pembenahan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu pembenahan yang dianggap
keberhasilan pada masa ini ialah pemerintah sudah dapat menciptakan sejumlah
peraturan perundang-undangan, juga pemerintah berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum dengan secara demokratis, dengan menghasilkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan terbetuknya badan Konstituante.
Pada periode ini langkah penting dalam bidang penyelenggaraan
hukum adalah diberlakukanya UU Darurat No. 1 Tahun 1951 tentang
tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, Kekuasaan
dan acara Pengadilan-pengadilan sipil. Pada UU ini kedudukan hakim setara
dengan penuntut umum.[24]
C. Periode 1959-1965
Perkembangan politik hukum pada masa ini adalah
dengan dikeluarkanya dekret pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, oleh Presiden Soekarno yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana
Merdeka. Isi dari Dekret
tersebut antara lain:
3. Pembubaran Konstituante
Produk perundang-undangan pada masa demokrasi
terpimpin yang penting dalam partumbuhan tata hukum di Indonesia adalah UU No.
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sekaligus
menyatakan sebagian besar Pasal-pasal yang tercantum dalam buku II KUH Perdata
tidak berlaku lagi.[25]
2. Masa Orde Baru
Setelah kudeta G.30S/PKI berhasil digagalkan,
kemudian sejak terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau yang lebih dikenal
dengan sebutan “Supersemar”, maka dimulailah babak baru dalam kehidupan
sejarah bangsa Indonesia, yang kemudian menyebut diri sebagai pemerintahan Orde
Baru. Yang dimana pemerintahan Orde Baru berkeinginan untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.[26]
Demi mewujudkan hal tersebut diciptakanlah
berbagai produk UU untuk melaksanakan berbagai ketentuan yang tercantum dalam
UUD 1945 sebagai hukum yang tertinggi. Sebagai konsekuensi pemerintahan Orde
Baru yang berkeinginan mewujudkan cita-cita Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen, maka dibuatlah susunan perundang-undangan (Hirarki) sebagai
berikut :[27]
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Perpu
4. Keputusan Presiden
5. Peraturan Pelaksanan Lainya :
a. Intruksi Menteri,
b. dan lain-lain.[28]
3. Masa Orde Reformasi
Keberhasilan gerkan
reformasi ialah karena adanya semangat yang satu dari komponen anak bangsa
untut menuntut reformasi politik di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Reformasi politik suatu keniscayaan, ketika bangsa Indonesia berkeinginan untuk
melakukan perbaikan sistem kehidupan bernegara. Dengan keberhasilan tingkat
reformasi politik, yang di buktikan dengan adanya amandemen konstitusi (UUD
1945) sebagai arah kebijakan politik hukum yang diambilnya, dimana selama pemerintahan
Orde baru sangat disakralkan itu seperti kitab suci yang tidak boleh di ganggu
gugat. Maka politik hukum yang terpenting pada masa Orde Reformasi adalah
diambilnya suatu keputusan untuk melakukan perubahan UUD 1945.[29]
[1] Mokhammad
Najih, SH., M.Hum. & Soimin, SH. M.H.,
Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang, 2016, hlm. 27-28.
[2] R. Abdoel Djamali, S.H., Pengantar Hukum Indonesia,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 10
[3] Mokhammad
Najih, SH., M.Hum. & Soimin, SH. M.H., Op.Cit., hlm. 29-30
[4] Ibid., hlm. 30
[5] R.
Abdoel Djamali, S.H., Op.Cit., hlm.
10-11.
[6] Ibid., hlm.
11
[7] Mokhammad Najih, SH., M.Hum. &
Soimin, SH. M.H., Op.Cit.,
hlm. 31.
[8] Ibid.
[9] R.
Abdoel Djamali, S.H., Op.Cit., hlm.
13.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Mokhammad
Najih, SH., M.Hum. & Soimin, SH. M.H., Op.Cit., hlm. 32.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] R. Abdoel Djamali, S.H., Op.Cit., hlm. 57-58.
[16] Ibid., hlm.
58-59
[17] Mokhammad
Najih, SH., M.Hum. & Soimin, SH. M.H.,
Op.Cit., hlm. 37.
[18] Ibid.
[19] R. Abdoel Djamali, S.H., Op.Cit., hlm. 59-60.
[20] Mokhammad
Najih, SH., M.Hum. & Soimin, SH. M.H.,
Op.Cit., hlm. 38-39.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[24] Ibid., hlm. 41.
[25]
Lanang Zussaukah, Sejarah Hukum
Indonesia, lanangzussaukah.blogspot.co.id, tanggal akses 25 September 2016
[26] Ibid.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Mokhammad Najih, SH., M.Hum. &
Soimin, SH. M.H., Op.Cit.,
hlm. 48-49.
dada
ReplyDeleteMENANG BERAPAPUN, PASTI KAMI BAYAR !!! *
ReplyDelete* Melayani LiveChat 7 x 24 Jam Nonstop :
- WA : 08125522303
- BBM : CSID303
Hadiah Sabung Ayam Online
Daftar Agen Sbobet Terpercaya Di Indonesia
www.bakarayam.me
Situs Poker Online Uang Asli
Ingin mencari Situs Bandar Judi Online Terpercaya? Segera bergabung bersama S128Cash SItus Bandar Judi Online Terpercaya yang memiliki fasilitas terbaik dan mempunyai Customer Service PROFESIONAL, RAMAH dan SOPAN yang siap melayani Anda 24 jam 7 hari NONSTOP !!
ReplyDeleteS128Cash menyediakan semua permainan yang sedang populer di Indonesia, seperti :
- Sportbooks
- Live Casino
- IDN Poker
- Sabung Ayam Online
- Slot Games
- Tembak Ikan Online
- Klik4D
S128Cash juga menyediakan HOT PROMO yang mudah untuk di dapatkan, yaitu :
- BONUS NEW MEMBER 10%
- BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
- BONUS CASHBACK 10%
- BONUS FREEBET 200rB
- BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!
Info lebih lanjut bisa hubungi kami melalui :
-Livechat : Live Chat Judi Online
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.org
Judi Bola
Judi Bola Terpercaya