A.
PENGERTIAN,
TUJUAN, PERTUNANGAN, RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN
. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut
“Nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu hidup
berkeluarga yang diliputi
rasa kasih sayang
dan ketentraman (mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang
diridhai oleh Allah SWT.
Perkawinan akan
berperan setelah masing-masing
pasangan siap melakukan peranannya yang
positif dalam mewujudkan
tujuan dalam pernikahan.
Allah tidak menjadikan manusia
seperti makhluk-makhluk lainnya,
yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan
antara jantan dan
betina secara bebas
atau tidak ada aturan.
Akan tetapi, untuk
menjaga kehormatan dan
martabat manusia, Allah memberikan tuntutan yang sesuai dengan
martabat manusia.
arti nikah
menurut istilah adalah
melakukan suatu akad
atau perjanjian untuk
mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup
keluarga yang diliputi
rasa kasih sayang
dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT.
Perkawinan adalah
suatu perjanjian perikatan antara orang laki-laki dan orang perempuan, dalam
hal ini perkawinan
merupakan perjanjian yang
sakral untuk membentuk keluarga
yang kekal dan
bahagia, bahkan dalam
pandangan masyarakat perkawinan itu
bertujuan membangun, membina
dan memelihara hubungan kekerabatan yang
rukun dan damai,
seperti yang telah
diisyaratkan dalam Alquran surat al-Rum ayat 21.” “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
Islam menganjurkan kawin
karena mempunyai tujuan
yang besar bagi pelakunya.
1.
Sesungguhnya naluri
seks merupakan naluri
yang kuat dan
keras yang selamanya menuntut
adanya jalan keluar. Bila mana jalan
keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak
manusia yang mengalami
goncangan dan kacau serta
menerobos jalan yang
jahat. Dan kawin
merupakan jalan alami
dan biologis yang paling
baik dan sesuai
untuk menyalurkan dan
memuaskan naluri seks ini.
Dengan kawin badan
jadi segar, jiwa
jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram.
2.
Kawin
jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak
keturunan, melestarikan hidup
manusia serta memelihara
nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.
3.
Selanjutnya naluri
kebapakan dan keibuan
akan muncul saling
melengkapi dalam suasana hidup
dengan anak-anak dan
akan tumbuh pula
perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik
manusia.
4.
Menyadari tanggung
jawabnya sebagai isteri
dan suami akan
menimbulkan sikap yang sungguh-sungguh dalam
memperkuat bakat. Ia
akan cekatan bekerja, karena dorongan
tanggung jawab dan memikul tanggung jawabnya.
5.
Pembagian tugas,
dimana yang satu
mengurusi dan mengatur
rumah tangga sedangkan yang
lainnya bekerja mencari nafkah
6.
Dengan perkawinan
diantaranya dapat membuahkan
tali kekeluargaan,
memperteguh kelanggengan rasa
cinta antara keluarga
dan memperkuat tali kemasyarakatan.
Menurut
sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan atau persiapan
sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang
wanita sebelum menikah hukumnya adalah mubah (boleh), selama syarat khitbah
dipenuhi. Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan
peminangan atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita
yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria akan menikahi wanita
tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :
Jika di antara kalian hendak meminang seorang
wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk
menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Hadits
tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk melakukan pinangan
kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun jika hal
ini sesuai syariat islam. Setelah melaksanakan pertunangan sang wanita tetap
belum halal bagi sang pria dan keduanya tidak diperbolehkan untuk saling
melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-hal yang dilarang yang dapat
menjerumuskan dalam perbuatan zina). Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi
islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan
bahwa :
- Pinangan
belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan
peminangan.
- Kebebasan
memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai
dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina
kerukunan dan saling menghargai
Saat
bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah
hukumnya dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah
kebiasaan namun seorang laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau cinderamata
kepada tunangannya atau yang disebut dengan istilah urf. Jika dikemudian hari
pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka ia tidak dibenarkan
untuk mengambil kembali hadiah tersebut. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang
menyebutkan bahwa
Tidak
halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian
memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad
al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)
Syarat-syarat perkawinan
merupakan dasar bagi
sahnya perkawinan. Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka
sah perkawinan tersebut dan dalam perkawinan ini akan menimbulkan kewajiban
dan hak bagi suami
isteri. Dan mereka
akan dapat meraih kehidupan dengan
bahagia dalam jalinan
kehidupan rumah tangga.25Perkawinan dalam ajaran
Islamada aturan yangperlu dipatuhioleh calon
mempelai serta keluarganya agar
perkawinan yang dilakukan
sah secara agama
sehinga mendapatkan rida dari Allah SWT.
1.
Syarat
calon suami
a.
Islam
b.
Lelaki
yang tertentu(
c.
Bukan
lelaki mahram dengan calon isteri. Artinya kedua calon pengantin adalah orang
yang bukan haram dinikahi, baik karena haram untuk sementara maupun untuk
selama-lamanya. Seperti yang telah dijelaskan dalam Alquran surat an-Nisa’ 23.
d.
Mengetahui bahwa
perempuan yang hendak
dikawini adalah sah
dijadikan isteri.
2.
Syarat
Calon Isteri
a.
Islam
b.
Perempuan
tertentu
c.
Baligh
d.
Bukan
perempuan mahram dengan calon suami
e.
Bukan
seorang khunsa
f.
Bukan
dalam ihram haji atau umrah
g.
Tidak
dalam iddah
h.
Bukan
isteri orang3.
3.
Syarat
Wali
a.
Islam,
bukan kafir dan murtad
b.
Lelaki
c.
Baligh
d.
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
e.
Bukan
dal ihram haji atau unrah
f.
Tidak
fasik
g.
Tidak
cacat akal pikiran
h.
Merdeka
4.
Syarat
Saksi
a.
Sekurang-kurangnya
dua orang
b.
Islam
c.
Berakal
d.
baligh
e.
Laki-laki
f.
Memehami
kandungan lafal ijab dan qabul
g.
Dapat
melihat, mendengar dan bercakap
h.
Adil
i.
Merdeka
5.
Syarat
Ijab
a.
Pernikahan
ini hendaklah tepat
b.
Tidak
boleh menggunakan sindiran
c.
Diucapkan
wali atau wakilnya
d.
Tidak
dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah
e.
Tidak
dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)
6.
Syarat
Kabul
a.
Ucapan
mestilah seperti ucapan ijab
b.
Tidak
berkata sindiran
c.
Dilafalkan
oleh calon suaminya
d.
Tidak
dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah
e.
Tidak
dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)
f.
Menyebut
nama calon isteri
g.
Tidak
di selangi oleh perkataan lain
Adapun rukun perkawinan itu ada lima, yang terdiri dari :
2.
Calon
Isteri
3.
Calon
Suami
4.
Wali
5.
Dua
orang saksi
6.
Sighat/
Ijab Kabul
B.
PERJANJIAN
PERKAWINAN, PENCEGAHAN, DAN PEMBATALAN PERKAWINAN
Perjanjian
perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh pasangan terkait dengan pemisahan
harta perkawinan. Sebab, jika tidak dibuat perjanjian seperti ini, setiap harta
yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan adalah milik bersama suami istri.
Ketika mereka bercerai, harta tersebut dibagi dua. Apabila ada perjanjian
perkawinan maka penyelesaian harta bersama tersebut dibagi sesuai dengan isi
perjanjian.
Membuat perjanjian
perkawinan dalam Islam adalah hal yang mubah. Pembuatan perjanjian perkawinan
tidak hanya dapat dilakukan sebelum perkawinan atau pada saat akad nikah. Akan
tetapi juga dapat dibuat pada saat berlangsungnya perkawinan. Hal ini
sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.
69/PUU-XIII/2015. .
Baiknya perjanjian kawin dibuat
dalam akta notaris dan didaftarkan ke Kantor Urusan Agama. Tujuannya agar tidak
terjadi perselisihan terhadap adanya perjanjian perkawinan atau terhadap isi
dari perjanjian perkawinan tersebut.
Dalam
Islam ada juga model perjanjian perkawinan lainnya yaitu taklik talak. Taklik
talak adalah ikrar yang dibacakan oleh suami. Isinya adalah janji talak yang
akan jatuh apabila suami melanggar ikrarnya.
Itulah
mengapa disebut taklik talak. Taklik berarti menggantungkan. Talak berarti
putusnya ikatan perkawinan. Menggantungkan putusnya perkawinan atas
peristiwa-peristiwa tertentu, itulah yang disebut dengan taklik talak.
Taklik talak boleh ada dan boleh juga tidak.
Namun untuk kebaikan rumah tangga, taklik talak
diatur oleh pemerintah Indonesia melalui Maklumat kementerian Agama Nomor 3
Tahun 1953. Isinya diatur dalam Peraturan
Menteri Agama RI
Nomor 2 Tahun 1990 sebagaimana tercantum dalam buku
nikah.
Taklik
talak boleh dibacakan dan juga tidak dibacakan. Tergantung daripada mana yang
lebih maslahat. Tanda tangan sudah cukup dianggap sebagai ikrar dari adanya
taklik talak. Sehingga apabila telah ditandatangani, maka taklik talak tersebut
berlaku.
Pembatalan
pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa ‘perkawinan dapat dibatalkan apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan’.
Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Dari sisi formal
ketentuan UU Perkawinan, tentu Anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan.
perlu diketahui terlebih dahulu apa saja yang
dapat membuat perkawinan batal atau dapat dibatalkan, yaitu antara lain:
a.
suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena
sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu diantaranya itu dalam
iddah talak raj'i.
b.
seseorang menikahi bekas istrinya yang telah di li'annya
c.
seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,
kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian
bercerai lagi ba'da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
d.
perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan
sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8
Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu :
1.
berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas
2.
berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu dengan saudara orang
tua dan antara seorang dengan saudara neneknya
3.
berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri
4.
berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan saudara sesusuan
dan bibi atau paman sesusuan.
e.
istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau
istri-istrinya.
2.
Perkawinan dapat dibatalkan apabilla:
a.
seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;
b.
perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria
lain yang mafqud;
c.
perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
d.
perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974;
e.
perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak;
f.
perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan jika perkawinan dilangsungkan di bawah
ancaman yang melanggar hukum. Apabila
ancaman telah berhenti dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih
tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan
permohonan pembatalan, maka haknya gugur
C.
HAK
DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANGTUA
Pada
hakikatnya, semua orang tua sangat menaruh harapan dari keberhasilan anaknya
ketika dewasa. Tidak seorangpun yang menginginkan anaknya gagal dalam pendidikannya. Untuk
merealisasikan harapan tersebut, orang tua senantiasa berusaha semaksimal
mungkin untuk memberikan yang terbaik yang mencakup segala hal, baik perhatian,
nutrisi,dan pendidikan anaknya. Dalam Islam, anak yang sedang tumbuh dan
berkembang mempunyai hak untuk dicukupi kebutuhan akan makan dan minum oleh
orang tuanya agar menjadi orang yang sehat normal dan kelak menjadi insan yang
cerdas dan kreatif.Anak yang sedang berkembang harus diperlakukan secara penuh
perhatian oleh orang tua danpendidiknya karena anak bukanlah orang dewasa yang
berbadan kecil. Perkembangan psikisnya masih sangat terbatas sehingga tidak
sepatutnya jika ia harus mengerjakan pekerjaan orang dewasa dan anak tidaklah boleh
matang sebelum waktunya. Tugas orang tua terhadap anak adalah dengan memberikan
hak-hak kepadanya dengan baik. Adapun diantara hak anak menurut ajaran Islam
adalah sebagai berikut :
1.
Kewajiban memberi nasab
2.
Kewajiban memberi susu
3.
Kewajiban mengasuh
4.
Kewajiban memberi nafkah
5.
Hak memperoleh pendidikan
6.
Sifat adil dalam keluarga
7.
Kasih sayang orang tua kepada anak
Sedangkan
kewajiban anak kepada orang tua yaitu:
1)
Taat kepada orang tua ecuali dalam hak maksiat
2)
Memberi nafkah kepada orang tua
3)
Berbicara lemah lembut
4)
Meminta izin dalam melakukan jihad,dll
5)
Menyediakan makanan
6)
Menjaga kehormatan orang tua
7)
Mendahulukan ibu daripada ayah
8)
mendoakan
D.
PENGERTIAN
DAN SEBAB PERCERAIAN, TATA CARA DAN AKIBAT HUKUM
kehidupan
pernikahan memang sebuah jalan kehidupan baru yang di dalamnya ada berbagai
ujian serta tantangan hasil dari ujian tersebut adalah cermin dari kekuatan
cinta mereka, jika berakhir dengan kebahagiaan dan perasaan yang lebih dalam
satu sama lain tandanya mereka memiliki kekuatan cinta yang kuat karena berdasar
pada Allah. cara menyikapi cinta dalam islam berpengaruh dalam hal ini.
Dan juga
sebaliknya, jika dari ujian tersebut berakhir dengan menjauhkan dan mengurangi
rasa cinta satu sama lain hingga terjadi perceraian, tentu hal tersebut menjadi
bukti lemahnya cinta hingga tak memiliki pilihan lain untuk bersatu. Berikut
beberapa penyebab perceraian:
a.
salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.
salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
c.
salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d.
salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain.
e.
salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
f.
antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g.
suami melanggar taklik-talak.
h.
peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga.
Salah
satu bagian perkawinan adalah perceraian. Bagaimana prosedur hukum bercerai
bagi pemeluk agama Islam, yang diatur hukum nasional ? Hukum Islam terdapat
perbedaan bentuk perceraiaan yang inisiatifnya dilakukan suami dan istri.
Inisiatif perceraian dilakukan oleh pihak suami, disebut dengan cerai talak.
Menurut Hukum Islam cerai talak adalah putusnya perkawinan akibat dijatuhkan
atau diikrarkan talak oleh seorang suami, apabila dijatuhkan dihadapan istri
dan disertai dua orang saksi menjadi sah. Namun Undang-Undang no 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama, memberikan batasan penggunaan talak agar tidak ada
kesewenang-wenangan seorang suami. Menurut pasal 65 Undang-Undang no 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama bahwa semua proses perceraiaan hanya dapat
dilakukan didepan sidang Pengadilan, setelah majelis hakim tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Tata
cara yang dilakukan seorang suami menceraikan isterinya, adalah mengajukan
permohonan cerai talak kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna
menyaksikan ikrar talak. Timbul pertanyaan pengadilan mana berwenang mengadakan
sidang permohonan cerai talak ? Kewenangannya terdapat di pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman isteri ( termohon ). Jikalau termohon
kediamannya diluar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman suami ( pemohon ). Apabila suami ( pemohon )
dan isteri ( termohon ) bertempat tinggal atau kediaman diluar negeri,
permohonan diajukan ke Pengadilan tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Semua prosedur ini diatur dalam pasal 66
Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
S edangkan inisiatif perceraian oleh
isteri, disebut dengan cerai gugat. Seorang isteri yang hendak menuntut
perceraian suaminya harus lebih dahulu mengajukan gugatan perceraian terhadap
suaminya kepada Pengadilan Agama yang berwenang. Pertanyaannya Pengadilan Agama
wilayah mana, berwenang menerima cerai gugat ? Penggugat ( isteri ) atau kuasanya
dapat mengajukan gugatan perceraian yang daerah hukumnya meliputi kediaman
penggugat ( isteri ). Apabila penggugat bertempat tinggal diluar negeri,
gugatan perceraian ditujukan kepada Pengadilan meliputi kediaman tergugat (
suami ). Sedangkan jika penggugat dan tergugat berkediaman di luar negeri,
gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
perkawinan dilangsungkan atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Mekanisme yang
dijabarkan diatur pasal 73 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
Selama
berlangsungnya proses gugatan perceraiaan, atas permohonan penggugat atau
tergugat berdasarkan pertimbangan situasi bahaya yang dapat terjadi, Pengadilan
mengizinkan suami isteri tersebut tidak tinggal dalam satu rumah. Sebagaimana
diatur dalam pasal 77 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Permohonan lainnya yang dapat disampaikan kepada Pengadilan dalam proses cerai
gugat, permohonan penggugat ( isteri ) sebagaimana diatur dalam pasal 78
Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, untuk a.menentukan
nafkah yang ditanggung oleh suami, b. menentukan menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak, c. menentukan hal tentang penjaminan atau terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang yang menjadi
hak masing-masing, baik isteri maupun suami.
No comments:
Post a Comment