Tuesday, 4 August 2020

BAB XI ( Materi KHI Hukum Perkawinan )

A.    PENGERTIAN, TUJUAN, PERTUNANGAN, RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN

 

            . Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan  kelamin antara kedua belah  pihak untuk mewujudkan  suatu hidup  berkeluarga  yang  diliputi  rasa  kasih  sayang  dan  ketentraman  (mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT.

            Perkawinan  akan  berperan  setelah  masing-masing  pasangan  siap  melakukan peranannya  yang  positif  dalam  mewujudkan  tujuan  dalam  pernikahan.  Allah  tidak menjadikan  manusia  seperti  makhluk-makhluk  lainnya,  yang  hidup  bebas  mengikuti nalurinya  dan  berhubungan  antara  jantan  dan  betina  secara  bebas  atau  tidak  ada aturan.   Akan   tetapi,   untuk   menjaga   kehormatan   dan   martabat   manusia,   Allah memberikan tuntutan yang sesuai dengan martabat manusia.

            arti  nikah  menurut  istilah  adalah  melakukan  suatu  akad  atau perjanjian untuk  mengikat  diri  antara seorang laki-laki  dengan seorang  wanita  untuk menghalalkan suatu hubungan kelamin  antara keduanya sebagai dasar suka  rela atau keridhaan  hidup  keluarga  yang  diliputi  rasa  kasih  sayang  dan  ketentraman  dengan cara yang diridhai Allah SWT.

            Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara orang laki-laki dan orang perempuan,  dalam  hal  ini  perkawinan  merupakan  perjanjian  yang  sakral  untuk membentuk  keluarga  yang  kekal  dan  bahagia,  bahkan  dalam  pandangan  masyarakat perkawinan   itu   bertujuan   membangun,   membina   dan   memelihara   hubungan kekerabatan  yang  rukun  dan  damai,  seperti  yang  telah  diisyaratkan  dalam  Alquran surat al-Rum ayat 21.” “Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  Dia  menciptakan  untukmu  istri-istri  dari jenismu sendiri, supaya  kamu cenderung dan merasa  tenteram  kepadanya, dan  dijadikan-Nya  diantaramu  rasa  kasih  dan  sayang.  Sesungguhnya  pada  yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.

            Islam   menganjurkan   kawin   karena   mempunyai   tujuan   yang   besar   bagi pelakunya.

1.      Sesungguhnya  naluri   seks   merupakan  naluri   yang  kuat   dan   keras   yang selamanya menuntut adanya jalan   keluar. Bila mana jalan keluar tidak dapat memuaskan,  maka  banyak  manusia  yang  mengalami  goncangan  dan  kacau serta  menerobos    jalan  yang  jahat.  Dan  kawin  merupakan  jalan  alami  dan biologis  yang  paling  baik  dan  sesuai  untuk  menyalurkan  dan  memuaskan naluri  seks  ini.  Dengan  kawin  badan  jadi  segar,  jiwa  jadi  tenang,  mata terpelihara dari melihat yang haram.

2.      Kawin jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan,  melestarikan  hidup  manusia  serta  memelihara  nasab  yang  oleh Islam sangat diperhatikan.

3.      Selanjutnya  naluri  kebapakan  dan  keibuan  akan  muncul  saling  melengkapi dalam  suasana  hidup  dengan  anak-anak  dan  akan  tumbuh  pula  perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik manusia.

4.      Menyadari  tanggung  jawabnya  sebagai  isteri  dan  suami  akan  menimbulkan sikap  yang  sungguh-sungguh  dalam  memperkuat  bakat.  Ia  akan  cekatan bekerja, karena dorongan tanggung jawab dan memikul tanggung jawabnya.

5.      Pembagian  tugas,  dimana  yang  satu  mengurusi  dan  mengatur  rumah  tangga sedangkan yang lainnya bekerja mencari nafkah

6.      Dengan   perkawinan   diantaranya   dapat   membuahkan   tali   kekeluargaan, memperteguh  kelanggengan  rasa  cinta  antara  keluarga  dan  memperkuat  tali kemasyarakatan.

 

            Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan atau persiapan sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang wanita sebelum menikah hukumnya adalah mubah (boleh), selama syarat khitbah dipenuhi. Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan peminangan atau tunangan hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji bahwa sang pria akan menikahi wanita tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :

Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan Abu Dawud)

            Hadits tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk melakukan pinangan kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun jika hal ini sesuai syariat islam. Setelah melaksanakan pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria dan keduanya tidak diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan hal-hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina). Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :

  1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
  2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai

            Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah hukumnya dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah kebiasaan namun seorang laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau cinderamata kepada tunangannya atau yang disebut dengan istilah urf. Jika dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau pinangannya maka ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa

            Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

            Syarat-syarat  perkawinan  merupakan  dasar  bagi  sahnya  perkawinan.  Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka sah perkawinan tersebut dan dalam perkawinan ini  akan menimbulkan  kewajiban  dan  hak  bagi suami  isteri.  Dan  mereka  akan dapat meraih   kehidupan   dengan   bahagia   dalam   jalinan   kehidupan   rumah   tangga.25Perkawinan dalam  ajaran  Islamada  aturan  yangperlu dipatuhioleh  calon  mempelai serta   keluarganya   agar   perkawinan   yang   dilakukan   sah   secara   agama   sehinga mendapatkan rida dari Allah SWT.

1.      Syarat calon suami

                                        a.         Islam

                                        b.         Lelaki yang tertentu(

                                        c.         Bukan lelaki mahram dengan calon isteri. Artinya kedua calon pengantin adalah orang yang bukan haram dinikahi, baik karena haram untuk sementara maupun untuk selama-lamanya. Seperti yang telah dijelaskan dalam Alquran surat an-Nisa’ 23.

                                        d.         Mengetahui  bahwa  perempuan  yang  hendak  dikawini  adalah  sah  dijadikan isteri.

2.      Syarat Calon Isteri

                                         a.         Islam

                                        b.         Perempuan tertentu

                                         c.         Baligh

                                        d.         Bukan perempuan mahram dengan calon suami

                                         e.         Bukan seorang khunsa

                                         f.          Bukan dalam ihram haji atau umrah

                                        g.         Tidak dalam iddah

                                        h.         Bukan isteri orang3.  

3.      Syarat Wali

                                         a.         Islam, bukan kafir dan murtad

                                        b.         Lelaki

                                         c.         Baligh

                                        d.         Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

                                         e.         Bukan dal ihram haji atau unrah

                                         f.          Tidak fasik

                                        g.         Tidak cacat akal pikiran

                                        h.         Merdeka

4.      Syarat Saksi

a.       Sekurang-kurangnya dua orang

b.      Islam

c.       Berakal

d.       baligh

e.       Laki-laki

f.       Memehami kandungan lafal ijab dan qabul

g.      Dapat melihat, mendengar dan bercakap

h.      Adil

i.        Merdeka

5.      Syarat Ijab

                                        a.         Pernikahan ini hendaklah tepat

                                        b.         Tidak boleh menggunakan sindiran

                                        c.         Diucapkan wali atau wakilnya

                                        d.         Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah

                                        e.         Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)

6.      Syarat Kabul  

                                        a.         Ucapan mestilah seperti ucapan ijab

                                        b.         Tidak berkata sindiran

                                        c.         Dilafalkan oleh calon suaminya

                                        d.         Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah

                                        e.         Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)

                                        f.          Menyebut nama calon isteri

                                        g.         Tidak di selangi oleh perkataan lain

Adapun rukun perkawinan itu ada lima, yang terdiri dari :

2.            Calon Isteri

3.            Calon Suami

4.            Wali

5.            Dua orang saksi

6.            Sighat/ Ijab Kabul

 

B.     PERJANJIAN PERKAWINAN, PENCEGAHAN, DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

 

            Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh pasangan terkait dengan pemisahan harta perkawinan. Sebab, jika tidak dibuat perjanjian seperti ini, setiap harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan adalah milik bersama suami istri. Ketika mereka bercerai, harta tersebut dibagi dua. Apabila ada perjanjian perkawinan maka penyelesaian harta bersama tersebut dibagi sesuai dengan isi perjanjian.

            Membuat perjanjian perkawinan dalam Islam adalah hal yang mubah. Pembuatan perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dilakukan sebelum perkawinan atau pada saat akad nikah. Akan tetapi juga dapat dibuat pada saat berlangsungnya perkawinan. Hal ini sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 69/PUU-XIII/2015. .

            Baiknya perjanjian kawin dibuat dalam akta notaris dan didaftarkan ke Kantor Urusan Agama. Tujuannya agar tidak terjadi perselisihan terhadap adanya perjanjian perkawinan atau terhadap isi dari perjanjian perkawinan tersebut.

            Dalam Islam ada juga model perjanjian perkawinan lainnya yaitu taklik talak. Taklik talak adalah ikrar yang dibacakan oleh suami. Isinya adalah janji talak yang akan jatuh apabila suami melanggar ikrarnya.

            Itulah mengapa disebut taklik talak. Taklik berarti menggantungkan. Talak berarti putusnya ikatan perkawinan. Menggantungkan putusnya perkawinan atas peristiwa-peristiwa tertentu, itulah yang disebut dengan taklik talak.
Taklik talak boleh ada dan boleh juga tidak.

Namun untuk kebaikan rumah tangga, taklik talak diatur oleh pemerintah Indonesia melalui Maklumat kementerian Agama Nomor 3 Tahun 1953. Isinya diatur dalam Peraturan  Menteri  Agama  RI  Nomor  2  Tahun 1990 sebagaimana tercantum dalam buku nikah.

            Taklik talak boleh dibacakan dan juga tidak dibacakan. Tergantung daripada mana yang lebih maslahat. Tanda tangan sudah cukup dianggap sebagai ikrar dari adanya taklik talak. Sehingga apabila telah ditandatangani, maka taklik talak tersebut berlaku.

            Pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa ‘perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan’. Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Dari sisi formal ketentuan UU Perkawinan, tentu Anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan.

perlu diketahui terlebih dahulu apa saja yang dapat membuat perkawinan batal atau dapat dibatalkan, yaitu antara lain:

1.    Perkawinan batal apabila:

a.    suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu diantaranya itu dalam iddah talak raj'i.

b.    seseorang menikahi bekas istrinya yang telah di li'annya

c.    seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba'da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.

d.    perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu :

1.    berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas

2.    berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya

3.    berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri

4.    berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.

e.    istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya.

2.    Perkawinan dapat dibatalkan apabilla:

a.    seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;

b.    perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud;

c.    perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;

d.    perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974;

e.    perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;

f.     perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

 

Suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan jika perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. Apabila ancaman telah berhenti dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur

 

C.    HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANGTUA

            Pada hakikatnya, semua orang tua sangat menaruh harapan dari keberhasilan anaknya ketika dewasa. Tidak seorangpun yang menginginkan  anaknya gagal dalam pendidikannya. Untuk merealisasikan harapan tersebut, orang tua senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik yang mencakup segala hal, baik perhatian, nutrisi,dan pendidikan anaknya. Dalam Islam, anak yang sedang tumbuh dan berkembang mempunyai hak untuk dicukupi kebutuhan akan makan dan minum oleh orang tuanya agar menjadi orang yang sehat normal dan kelak menjadi insan yang cerdas dan kreatif.Anak yang sedang berkembang harus diperlakukan secara penuh perhatian oleh orang tua danpendidiknya karena anak bukanlah orang dewasa yang berbadan kecil. Perkembangan psikisnya masih sangat terbatas sehingga tidak sepatutnya jika ia harus mengerjakan pekerjaan orang dewasa dan anak tidaklah boleh matang sebelum waktunya. Tugas orang tua terhadap anak adalah dengan memberikan hak-hak kepadanya dengan baik. Adapun diantara hak anak menurut ajaran Islam adalah sebagai berikut :

1.            Kewajiban memberi nasab

2.            Kewajiban memberi susu

3.            Kewajiban mengasuh

4.            Kewajiban memberi nafkah

5.            Hak memperoleh pendidikan

6.            Sifat adil dalam keluarga

7.            Kasih sayang orang tua kepada anak

 

Sedangkan kewajiban anak kepada orang tua yaitu:

1)      Taat kepada orang tua ecuali dalam hak maksiat

2)      Memberi nafkah kepada orang tua

3)      Berbicara lemah lembut

4)      Meminta izin dalam melakukan jihad,dll

5)      Menyediakan makanan

6)      Menjaga kehormatan orang tua

7)      Mendahulukan ibu daripada ayah

8)      mendoakan

D.    PENGERTIAN DAN SEBAB PERCERAIAN, TATA CARA DAN AKIBAT HUKUM

            kehidupan pernikahan memang sebuah jalan kehidupan baru yang di dalamnya ada berbagai ujian serta tantangan hasil dari ujian tersebut adalah cermin dari kekuatan cinta mereka, jika berakhir dengan kebahagiaan dan perasaan yang lebih dalam satu sama lain tandanya mereka memiliki kekuatan cinta yang kuat karena berdasar pada Allah. cara menyikapi cinta dalam islam berpengaruh dalam hal ini.

            Dan juga sebaliknya, jika dari ujian tersebut berakhir dengan menjauhkan dan mengurangi rasa cinta satu sama lain hingga terjadi perceraian, tentu hal tersebut menjadi bukti lemahnya cinta hingga tak memiliki pilihan lain untuk bersatu. Berikut beberapa penyebab perceraian:

a.    salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b.    salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c.    salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d.    salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

e.    salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f.     antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g.    suami melanggar taklik-talak.

h.    peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

 

            Salah satu bagian perkawinan adalah perceraian. Bagaimana prosedur hukum bercerai bagi pemeluk agama Islam, yang diatur hukum nasional ? Hukum Islam terdapat perbedaan bentuk perceraiaan yang inisiatifnya dilakukan suami dan istri. Inisiatif perceraian dilakukan oleh pihak suami, disebut dengan cerai talak. Menurut Hukum Islam cerai talak adalah putusnya perkawinan akibat dijatuhkan atau diikrarkan talak oleh seorang suami, apabila dijatuhkan dihadapan istri dan disertai dua orang saksi menjadi sah. Namun Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memberikan batasan penggunaan talak agar tidak ada kesewenang-wenangan seorang suami. Menurut pasal 65 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa semua proses perceraiaan hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan, setelah majelis hakim tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

            Tata cara yang dilakukan seorang suami menceraikan isterinya, adalah mengajukan permohonan cerai talak kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Timbul pertanyaan pengadilan mana berwenang mengadakan sidang permohonan cerai talak ? Kewenangannya terdapat di pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman isteri ( termohon ). Jikalau termohon kediamannya diluar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman suami ( pemohon ). Apabila suami ( pemohon ) dan isteri ( termohon ) bertempat tinggal atau kediaman diluar negeri, permohonan diajukan ke Pengadilan tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Semua prosedur ini diatur dalam pasal 66 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

            S          edangkan inisiatif perceraian oleh isteri, disebut dengan cerai gugat. Seorang isteri yang hendak menuntut perceraian suaminya harus lebih dahulu mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya kepada Pengadilan Agama yang berwenang. Pertanyaannya Pengadilan Agama wilayah mana, berwenang menerima cerai gugat ? Penggugat ( isteri ) atau kuasanya dapat mengajukan gugatan perceraian yang daerah hukumnya meliputi kediaman penggugat ( isteri ). Apabila penggugat bertempat tinggal diluar negeri, gugatan perceraian ditujukan kepada Pengadilan meliputi kediaman tergugat ( suami ). Sedangkan jika penggugat dan tergugat berkediaman di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Mekanisme yang dijabarkan diatur pasal 73 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

            Selama berlangsungnya proses gugatan perceraiaan, atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan situasi bahaya yang dapat terjadi, Pengadilan mengizinkan suami isteri tersebut tidak tinggal dalam satu rumah. Sebagaimana diatur dalam pasal 77 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Permohonan lainnya yang dapat disampaikan kepada Pengadilan dalam proses cerai gugat, permohonan penggugat ( isteri ) sebagaimana diatur dalam pasal 78 Undang-Undang no 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, untuk a.menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami, b. menentukan menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, c. menentukan hal tentang penjaminan atau terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang yang menjadi hak masing-masing, baik isteri maupun suami.


No comments:

Post a Comment