Tuesday, 4 August 2020

BAB XVI ( Hukum Asuransi Islam )

A.    Pengertian dan dasar hukum asuransi dalam islam

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata ‘pertanggungan’. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (Asuransi) dan verzekering (Pertanggungan).

        Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur’an dan as- Sunnah.

Dalam perspektif ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa arab taka<fala-yataka<fulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin. Asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan dengan pertanggungan atau penjaminan atas resiko kerugian tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami oleh nasabah (pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu: ”Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”

Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada, tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah.

Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.

 

B.     Fungsi Asuransi dalam islam

-          Perlindungan Jiwa

Seluruh tanggungan kecelakaan, cacat total, serta proses perencanaan keuangan dilakukan sesuai prinsip syariah. Setiap Nasabah dapat menentukan besaran manfaat pertanggungan yang diinginkan dan di sinilah fungsi dan peran Asuransi Syariah.

 

 

 

-          Instrumen Investasi

Mudharabah atau hasil investasi yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan dengan menabung atau deposito sehingga dapat berfungsi sebagai instrumen investasi.

-          Perlindungan Biaya Kesehatan

Ada juga penggantian biaya perawatan rumah sakit yang disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan. Fungsi Tenaga Pemasar Asuransi Syariah di antaranya menyiapkan fasilitas cashless yang memudahkan perawatan di rumah sakit.

-          Asuransi Double Claim

Beberapa produk Asuransi Syariah menawarkan sistem Double Claim di mana Nasabah dapat memanfaatkan perlindungan biaya rawat inapnya di rumah sakit untuk semua anggota keluarga.

-            Pembebasan Kontribusi Dasar

Setiap Nasabah bisa menikmati fungsi Asuransi Syariah meskipun dalam situasi ketidakmampuan total untuk membayar tagihan yang ada.

 

C.    Tujuan Asuransi Syari’ah

-          Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.

-          Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.

-          Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.

-          Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.

-          Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.

-          Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).

-          Memberikan solusi dan pelayanan terbaik dalam perencanaan keuangan dan pengelolah risiko bagi umat, dengan menawarkan jasa takaful dan keuangan syari’ah yang di kelolah secara profesional, adil, tulus , amanah.

-          Menjadi group asuransi terkemuka yang menawarkan jasa takaful dan keuangan syari’ah yang komprehenship dengan jangkauan signifikan di seluruh Indonesia.

 

D.    Subyek dan Obyek Pertanggungan

-          Subyek Asuransi

Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung.( bid, halaman 34)

Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu :

Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi.

Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi

 

-          Obyek Asuransi

Yang dipergunakan pada umumny adalah harta benda seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama dengan benda pertanggungan.

Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggunganny­a adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang lain.

Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggung­kan (obyek asuransi), yaitu:

1.      Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.

2.      Hak milik atas benda

3.      Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.

 

E.     Akad/Perjanjian

 

-          Akad Tijarah

 

Akad tijarah adalah semua bentuk akad atau perjanjian yang dilakukan untuk tujuan komersial. Dalam konteks asuransi, akad ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang selanjutnya akan jadi aturan dasar untuk semua hal yang berlaku pada asuransi syariah yang dibeli.

 

-          Akad Tabarru’

 

Tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial atau sumbangan. Dana Tabarru’ ini adalah dana yang disetorkan oleh peserta asuransi syariah dan akan digunakan untuk membantu peserta lain jika terjadi sebuah risiko tertentu. Jadi pada dasarnya, setiap peserta akan menolong peserta lain dalam asuransi syariah ini dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pengelola dana nasabah.

 

F.     Asas-asas Asuransi

 

1.      Menjalankan Prinsip Tauhid

Prinsip tauhid menjadi prinsip dasar dalam asuransi syariah. Hal inilah yang menjadi salah satu poin utama yang wajib dipahami dengan baik. Dalam prinsip ini, niat dasar memiliki asuransi bukanlah untuk meraih keuntungan semata, melainkan untuk ikut serta dalam menerapkan prinsip syariah dalam asuransi.

Hal tersebut perlu dan wajib dipahami dengan baik bagi Anda yang ingin memiliki asuransi syariah. Sebab asuransi syariah ditujukan untuk saling tolong-menolong dan bukan sebagai sarana perlindungan semata ketika mengalami musibah (risiko) di kemudian hari.

 

2.      Mengamalkan Prinsip Keadilan

Di dalam asuransi syariah juga terdapat prinsip keadilan di mana nasabah dan pihak perusahaan asuransi bersikap adil satu sama lain. Artinya, kedua belah pihak ini harus berkeadilan terkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan begitu, tidak ada pihak yang merasa terzalimi atau dirugikan atas penggunaan produk asuransi tersebut.

 

3.      Memuat Prinsip Tolong Menolong

Prinsip tolong-menolong menjadi salah satu poin penting dalam konsep asuransi syariah. Sesama nasabah memang diwajibkan untuk saling berderma dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Hal seperti inilah yang dilakukan ketika salah satu nasabah terkena musibah dan mengalami kerugian sehingga pihak perusahaan asuransi hanya akan bertindak sebagai pengelola dana saja di dalam konsep asuransi syariah.

 

4.      Ada Prinsip Kerjasama dalam Asuransi Syariah

Asuransi syariah juga menjalankan prinsip kerja sama antara nasabah dan perusahaan asuransi selaku pengelola dananya. Kerja sama ini dilakukan sesuai dengan perjanjian/akad yang telah disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak. Dengan demikian, keduanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan seimbang.

 

5.      Dilandasi Prinsip Amanah

Perusahaan asuransi juga dilandasi prinsip amanah dalam mengelola dana nasabah dan hal yang sama juga berlaku bagi para nasabah asuransi syariah. Dalam hal ini, nasabah harus bersikap jujur dan tidak mengada-ada ketika mengajukan klaim. Di sisi lain, pihak perusahaan asuransi juga tidak boleh semena-mena dalam mencari keuntungan, termasuk dalam mengambil berbagai keputusan.

 

6.      Memiliki Prinsip Saling Rida

Prinsip saling rida ini menjadi dasar dalam setiap transaksi yang terjadi di dalam asuransi syariah sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik dan sesuai ketentuan. Artinya, nasabah rida ketika dananya dikelola perusahaan asuransi sebagaimana mestinya yang sesuai dengan konsep syariah. Sementara perusahaan asuransi juga harus rida dengan amanah yang diterimanya dari nasabah. Dan mereka harus mengelola dana nasabah tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

7.      Prinsip Menghindari Riba

Konsep syariah tidak membenarkan adanya riba, termasuk dalam asuransi syariah. Artinya, semua dana/premi yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan asuransi wajib diinvestasikan dalam berbagai bisnis tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.

 

8.      Prinsip Menghindari Bertaruh

ika dalam asuransi konvensional penggunaan prinsip maisir (mirip gambling) adalah hal yang lumrah, hal ini tidak berlaku dalam asuransi syariah. Asuransi syariah menghindari penggunaan konsep tersebut dan akan menerapkan sistem risk sharing di dalam layanan mereka.

 

9.      Prinsip Menghindari Ketidakjelasan

Asuransi syariah juga tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakjelasan) dalam layanan mereka. Sebab asuransi ini menggunakan konsep risk sharing dan bukan risk transfer sebagaimana yang lazim digunakan dalam asuransi konvensional.

 

10.  Prinsip Menjauhi Praktik Suap-Menyuap

Baik perusahaan asuransi maupun nasabah penggunanya, keduanya harus selalu menjauhkan diri dari praktik suap-menyuap dalam semua transaksi yang dilakukan. Pada dasarnya, suap-menyuap (risywah) adalah kegiatan yang akan menguntungkan satu belah pihak saja, sedangkan pihak lainnya akan dirugikan. Itulah mengapa hal ini dilarang dalam asuransi syariah.

 

G.    Produk Asuransi

-          Takaful Individu

Produk asuransi syariah ini memberikan perlindungan dan perencanaan yang bersifat pribadi, dan dibagi menjadi beberapa jenis berikut ini:

1.      Takaful Dana Investasi yang menjamin dan memberikan perlindungan hari tua atau menjadi jaminan dana bagi ahli waris bila nasabah meninggal dunia lebih awal,

2.      Takaful Dana Haji yang dipergunakan sebagai perlindungan dana perorangan yang berencana menunaikan ibadah haji,

3.      Takaful Dana Siswa yang memberikan jaminan dana pendidikan mulai sekolah dasar sampai sarjana,

4.      Takaful Dana Jabatan yang memberikan jaminan santunan bagi ahli waris dari nasabah yang menduduki jabatan penting bila nasabah meninggal dunia lebih awal atau tidak bekerja lagi dalam masa jabatannya.

 

-          Takaful Group

Produk Asuransi Syariah ini memberi perlindungan dan perencanaan untuk pribadi dan kelompok, misal kelompok dalam sebuah perusahaan yang dibagi menjadi beberapa jenis berikut ini:

1.      Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji sebagai perlindungan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji, yang didanai iuran bersama dengan keberangkatan bergilir,

2.      Takaful Kecelakaan Siswa yang memberikan proteksi pelajar dari resiko kecelakaan yang berakibat cacat bahkan yang mengakibatkan meninggal dunia,

3.      Takaful Wisata dan Perjalanan yang memberikan proteksi peserta wisata dari resiko kecelakaan yang mengakibatkan meninggal dunia atau cacat seumur hidup,

4.      Takaful Kecelakaan Group, yang memberikan proteksi santunan karyawan dalam perusahan, organisasi atau perkumpulan lainnya,

5.      Takaful Pembiayaan, untuk proteksi pelunasan hutang bagi nasabah yang meninggal dalam masa perjanjian.

 

-          Takaful Umum

Produk Asuransi Syariah ini memberi perlindungan dan perencanaan yang bersifat umum dan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1.      Takaful Kebakaran, untuk  perlindungan dari kerugian yang disebabkan api,

2.      Takaful Kendaraan Bermotor, untuk perlindungan terhadap kerugian pada kendaraan bermotor,

3.      Takaful Rekayasa, untuk  perlindungan terhadap kerugian pada pekerjaan pembangunan baik pembangunan rumah, villa, dan bangunan lainnya,

4.      Takaful Pengangkutan, untuk perlindungan dari kerugian pada semua barang setelah dilakukan pengangkutan baik darat, laut, dan udara,

5.      Takaful Rangka Kapal, untuk perlindungan dari kerusakan mesin khususnya mesin kapal dan rangka kapal yang disebabkan kecelakaan atau musibah.


No comments:

Post a Comment