Tuesday, 4 August 2020

BAB XV ( Hukum Perbankan Islam )

A.    PENTINGNYA PENGELOLAAN KEUANGAN DALAM ISLAM DAN PERLEMBAGAANNYA

            Al-Qur’an tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara eksplisit. Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi keuangan telah terdapat dalam al-Qur’an. Konsep dasar kerjasama kuamalah dengan berbagai cabang-cabang kegiatannta mendapat perhatian yang cukup banyak dari al-Qur’an. Dalam sistem politik misalnya dijumpai istilah qaum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial yang berinteraksi dengan yang lain. Juga terdapat istilah balad (negeri) untuk menunjukkan adanya struktur sosial masyarakat dan juga muluk (pemerintahan) untuk menunjukkan pentingnya sebuah pengaturan hubungan antar anggota masyarakat. Khalifah (kepemimpinan), juga menjadi perhatian dalam al-Qur’an. Konsep sistem organisasi tersebut, juga dijumpai dalam organisasi modern.

            Khusus   tentang   urusan   ekonomi,   al-Qur’an   memberikan   aturan-aturan    dasar,    supaya    transaksi    ekonomi    tidak    sampai melanggar  norma/etika.  Lebih  jauh  dari  itu,  transaksi  ekonomi  dan  keuangan  lebih  berorientasi  pada  keadilan  dan  kemakmuran  umat.  Istilah suq (pasar) misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market),   harus   menjadi   fokus   bisnis   yang   penting.   Organisasi   keuangan dikenal dengan istilah Amil. Badan ini tidak saja berfungsi untuk  urusan  zakat  semata,  tetapi  memiliki  peran  yang  lebih  luas  dalam   pembangunan   ekonomi.   Pembagian   ghoni<mah, misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan adil. Sebagai  lembaga  dengan  struktur  organisasi  yang  jelas,  Islam  juga  menekankan  pentingnya  akhlak/etika. 

            Merujuk  pada  ciri-ciri  organisasi     modern     seperti;     transparansi     dan     akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianisme, professionalism dan  pertanggungjawaban,   juga   mendapat   perhatian   yang   serius.   Al-Qur’an telah sejak lama memberikan aturan dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi pembentukan organisasi modern.

            Prinsip   akuntabilitas   dan   transparansi   memberikan   arahan   bahwa  lembaga  bisnis  harus  dapat  menunjukkan  prinsip  keterbukaan  dan  bebas  dari  manipulasi.  Konsep  pencatatan  (akuntansi  dalam  istilah   ekonomi   modern)   baik   laporan   keuangan   (laba-rugi   dan   perubahan modal dan administrasi bisnis yang lain) secara jelas diatur dalam  Al-Qur’an.  Sebagaimana  ditegaskan  dalam  Surat  Al  Baqarah  ayat 282.

اَيَه ُّيـَاأَينِذ َّالواُنَمَآاَذِإْمُتْنَايـَدَتٍنْيَدِبَلىِإٍلَجَأىًّمَسُمُوهُبُتْاكَفْبُتْكَيْلَوْمُكَنْيـَبـٌبِاتَكِلْدَعْالِبَلاَوَبْأَيٌبِاتَكْنَأَبُتْكَياَمَكُهَم َّلَعُه َّاللArtinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak  secara  tunai,  dalam  waktu  yang  ditentukan,  maka  hendaklah  kamu  menuliskannya.  Dan  hendaklah  seorang  penulis   (akuntan),   menuliskannya   dengan   benar.   Dan   janganlah   penulis,   enggan   menuliskannya,   sebagaimana   Allah   telah   mengajarkannya   (profesional)...   (QS.   Al   Baqarah: 282).

            Dilihat   dari   beberapa   ciri   tersebut,   jelaslah   bahwa   Islam   menekankan   pentingnya   pengaturan   bisnis   secara   benar.   Untuk   mencapai  kemakmuran  dan  kesejahteraan,  jalan  mengorganisasi  diri  dalam  sebuah  wadah  menjadi  tuntutan.  Lembaga  bisnis  dalam  Islam  sesungguhnya  bukan  saja  berfungsi  sebagai  pengumpul  modal  dan  mengakumulasi laba, tetapi juga berperan dalam pembentukan sistem ekonomi  yang  lebh  adil  dan  terbebas  dari  perilaku  ekonomi  yang  zalim.  Penjelasan  ini  dapat  kita  jumpai  dalam  Surat  Ali  Imran  ayat  104

            . ْنُكَتْلَوْمُكْنِمٌة َّمُأَونُعْدَيَلىِإِْيرَْالخَونُرُمْأَيَوِوفُرْعَمْالِبَنْوَهْنـَيـَوِنَعِرَكْنُمْالَكِئَولُأَوُمُهَونُحِلْفُمْال

            Artinya: “Dan hendaklah kamu adakan sekelompok orang (lembaga bisnis), yang   berfungsi   untuk   mengajak   kepada   kebaikan,   mengajak   berbuat  baik  dan  mencegah  kemungkaran.  Mereka  itulah  orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104).

            Mengajak  kepada  kebajikan  dapat  berarti  menuju  pada  peningkatan  kehidupan  dan  kesejahteraan  ekonomi.  Berbuat  baik  dan  mencegah  kemungkaran  berarti  juga  menciptakan  iklim  dan  sistem  bisnis  yang  Islami jauh dari sistem yang anarkis dan eksploitatif.

B.     PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG PERBANKAN DALAM ISLAM

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dimana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan Bank umum syariah, adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.  Pada bank umum syariah terdapat 2 pembagain utama terkait jenis banknya, yaitu (1) Unit usaha syariah, yaitu yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. (2) Channeling syariah yaitu melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS atau unit usaha syariah.

Al-Qur’an tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara eksplisit, namun jika yang dimaksud lembaga itu adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak dan kewajiban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas dalam Al’Quran yaitu lembaga disebutkan sebagai struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban. Dalam sistem politik misalnya dijumpai istilah qaum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial yang berinteraksi dengan yang lain, ummat, muluk (pemerintahan) untuk menunjukkan pentingnya sebuah pengaturan hubungan antar anggota masyarakat, balad  (negeri) untuk menunjukkan adanya struktur sosial masyarakat dan, Suq misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market) harus menjadi fokus bisnis yang penting. Demikian juga konsep-konsep yang merujuk kepada ekonomi, seperti zakat, shadaqah, maal dan sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu. Pembagian ghonimah, misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan adil.[1]

Lembaga keuangan pada masa Rasulullah yaitu (1) Baitul Maal, lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Apa yang dilaksanakan oleh rasul merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) secara transparan dan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented.[2]

Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki perbedaan dalam menafsirkan Baitul Maal ini. Sebagian berpendapat, bahwa Baitul Maal itu semacam bank sentral, seperti yang ada saat ini. Sebagian lagi berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangakn antara pendapatan dan pembelanjaan negara. Namun kehadiran lembaga ini membawa pembaruan yang besar. Dana-dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam), dan juga dana-dana yang wajib seperti zakat, jizyah dll, dikumpulkan melalui lembaga Baitul Maal dan disalurkan untuk kepentingan umat.[3]

(2) Wilayatul Hisbah, Wilayatul Hisbah merupakan framework bagi aktifitas-aktifitas ekonomi dan muamalah. Pada masa nabi fungsi lembaga kontrol ini dipegang langsung oleh beliau dengan maksud untuk mengawasi aktivitas ekonomi masyarakat agar tidak terjadi tindakan-tindakan ekonomi yang merugikan pihak lain.

(3) Pembangunan etika bisnis, Rasulullah tidak saja meletakkan dasar tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak, lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Adapun berbagai bentuk pembangunan etika tersebut yaitu penghapusan riba Ini dilakukan karena praktek riba adalah tindakan ekonomi yang secara tegas dilarang oleh Allah, padahal praktek riba di Madinah saat itu sudah menjadi tradisi yang sudah mendarah daging, Penciptaan keadilan, dalam setiap kebijakan ekonomi Rasulullah selalu mementingkan keadilan, bukan hanya untuk kaum muslimin tetapi juga untuk kaum-kaum lainnya, Penghapusan Monopoli dimana  monopoli merupakan tindakan ekonomi yang sangat merugikan orang lain, serta membangun etika disnis dengan sifat-sifat terpuji lainnya.

Berikut adalah karakteristik bisnis yang dimiliki rasulullah, diantaranya adalah Honest (jujur), Forward Looking (berpikiran maju), Competent (kompeten/mampu), Inspiring (memberi inspirasi), Intelligent (cerdas), Fair-minded (adil), Broad-minded (berwawasan luas), Supportive (mendukung), Straight Forward (berterus terang), Dependable (bisa diandalkan), Cooperative (dapat bekerjasama), Determined (tegas), Imaginative (berdaya-imajinasi) 14. Ambitious (berambisi) 15. Courageous (mendorong/berani), Caring (peduli), Mature (matang/dewasa), Loyal (setia), Self-controlled (menguasai diri), Independent (mandiri). Diantara beberapa karakter yang rasulullah tanamkan dalam perjalanan bisnisnya diatas, hal ini tetap tidak bisa terpisahkan dari sifat utama yang beliau miliki sebagai rasul, antara lain (shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh).[4]

Lembaga Keuangan Pada Masa Sahabat dimana tradisi yang dibangun Rasulullah diteruskan dan dikembangkan pd masa sahabat, mekanisme pasar amat diperhatikan, baitul maal sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal. Misalnya dimulai dengan memilih Abu Bakar Shidiq sebagai khalifah pertama. Baitul Maal semakin mapan bentuknya pada zaman khalifah Umar bin Khatab. Pada masanya sistem administrasi dan pembentukan dewan-dewan dilakukan untuk ketertiban administrasi. Umar juga meluaskan basis zakat dan sumber pendapatan lainnya. Kebijakan Umar diteruskan oleh Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Para khalifah itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan rakyat dengan memfungsikan secara maksimal pendapatan dan penerimaan dalam Baitul Maal. Fungsi Baitul Maal sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal ini tentu hanya dapat terlaksana dengan sosok para khalifah yang adil dan jujur serta amanah.

Pada Masa Dinasti kegiatan ekonomi semakin meluas, penciptaan standar uang bagi umat Islam, dan Baitul Maal berfungsi sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal dan moneter. Lembaga keuangan syariah modern, pada masa ini merupakan masa kebangakitan kembali umat Islam setelah mengalami masa kemunduran. Berbagai gerakan kebangkitan ekonomi Islam ini tampak pada munculnya berbagai institusi ekonomi dan keuangan Islam, diantaranya: Local Saving Bank di Mit Ghamir, Mesir oleh Abdul Hamid an-Naggar 1969, IDB 1975, Bank Islam dan Lembaga Keuangan Islam Non-Bank berkembang di Eropa, Asia, Afrika dan Amerika.[5]

Sistem Lembaga keuangan ada dua yaitu (1) non deposit taking, non deposit taking adalah lembaga keuangan selain bank yang dalam kegiatannya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang terdiri dari pasar uang, pasar modal, asuransi, dana pensiun, modal ventura, leasing anjak piutang, pegadaian, kartu plastik. (2) deposit taking,   merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak yaitu dewan moneter dalam hal ini bank sentral dan otoritas jasa keuangan terdiri dari BPR dan Bank Umum konvensional maupun syariah.

 

C.    PERANAN DAN TATACARA OPERASIONAL BANK SYARIAH

Bank Syariah memiliki beberapa karakteristik diantaranya berdasarkan prinsip syariah, implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri: pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal konsep “time-value of money”, Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan, beroperasi atas dasar bagi hasil, jual-beli, dan sewa, kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa, tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan, azas utamanya yaitu kemitraan, keadilan, transparansi dan universal, tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil dimana dapat melakukan  dua transaksi sektor riil.

Aplikasi produk bank syariah terdiri dari produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana, produk jasa perbankan, produk sewa dan produk lain. Produk penghimpunan dana terdiri dari giro berdasarkan prinsip wadi’ah yad dhamanah, tabungan prinsip wadi’ah yad dhamanah dan mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat), deposito prinsip mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat) investas khusus prinsip mudharabah muqayyadah (investasi terikat).

Produk penyaluran dana, terdiri dari pembiayaan modal kerja dengan prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, Pembiayaan proyek menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, Pengadaan barang investasi (jual beli barang) menggunakan prinsip Murabahah, Produksi agribisnis / sejenis berdasarkan prinsip salam dan salam paralel, Manufaktur kontruksi prinsip istishna dan  istishna paralel, Penyertaan prinsip musyarakah, Leter of Credit-Ekspor (pembiayaan ekspor) dengan prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah (Al-Ba’i), LC–Impor prinsip murabahah, salam/istishna dan murabahah, mudharabah, Surat berharga (Obligasi) berdasarkan prinsip mudharabah, ijarah.

Produk Sewa yaitu sewa beli berdasarkan prinsip syariah ijarah muntahiya bittamlik (Ijarah Wa Igtina), sewa dengan opsi pemindahan hak berdasarkan prinsip ijarah muntahiya bittamlik. Produk Lain, Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA), berdasarkan prinsip mudharabah , Sertifikat Wadiah Bank Indonesia berdasarkan prinsip wadiah.

Berdasarkan pada uraian diatas, berikut ini adalah perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank konvensional, yaitu :

 

Secara umum, berdasar pada tabel diatas maka akan lebih mudah menggambarkan perbedaan diantara bank syariah dan bank konvensional yang ditinjau dari berbagai persfektif.



[1] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah,  (Yogyakarka: UPP AMP YKPN, 2003) h. 53

[2] Ibid., h. 23. 

[3] Ibid., h. 66.

[4]  Malahayati, Rahasia Bisnis Rasulullah, (Yogyakarta: Great! Publisher, 2010), h. 28.

[5]  Syafaruddin, Materi Power Point Ekonomi Moneter Islam, Pada Hari Minggu Tanggal 07 Juni  2015 Jam 14.24 Wita. di Watampone.


1 comment:

  1. Bagaimana Bab XV tentang hukum perbankan Islam dijelaskan dalam informasi tersebut?
    Regard Telkom University

    ReplyDelete