Tuesday, 4 August 2020

BAB XIII ( Kaidah dan Obyek Hukum Ekonomi Islam)

A.    Kaidah Hukum Ekonomi Islam

Secara umum, prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah/ Hukum Ekonomi Islam adalah sebagai berikut: Prinsip Tauhid, Islam melandaskan kegiatan ekonomi sebagai suatu usaha untuk bekal ibadah kepada Allah SWT., sehingga tujuan usaha bukan semata-mata mencari keuntungan atau kepuasan materi dan kepentingan pribadi melainkan mencari keridhaan Allah SWT., dan kepuasan spiritual dan sosial. Prinsip tauhid dalam usaha sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada manusia agar dalam hubungan kemanusiaan, sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah SWT. Islam melandaskan ekonomi sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya.

Prinsip Keadilan, Keadilan adalah suatu prinsip yang sangat penting dalam mekanisme perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunah Nabi tetapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam. Alam diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas poduksi, perlakuan terhadap pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan. Penegakan keadilan dalam rangka menghapus diskriminasi yang telah diatur dalam Al-Qur’an bahkan menjadi satu tujuan utama risalah kenabian yaitu untuk menegakan keadilan.

Prinsip Al-Maslahah, kemaslahatan adalah tujuan pembentukan Hukum Islam yaitu mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat dengan cara mengambil manfaat dan menolak kemadharatan. Kemaslahatan memiliki 3 sifat, yaitu: (a) Dharuriyyat, adalah sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan di dunia dan akhirat dan apabila tidak ada maka kebaikan akan sirna. Sesuatu tersebut terkumpul dalam maqasid alsyari’ah,yaitu memelihara agama, jiwa, keturunan, kekayaan, dan akal. Mencari rizki termasuk pada dharuriyyat karena bertujuan memelihara keturunan dan harta. Pencarian nafkah dapat dilakukan melalui jual beli (murabahah, istisna’ dan salam), wadi’ah, musyarakah, ijarah, mudharabah, qardh, wakalah, dll. (b) Hajiyyat, adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat untuk menghilangkan kesulitan tetapi tidak adanya hajiyyat tidak menyebabkan rusaknya kehidupan. Pada bidang muamalah seperti jual-beli salam, murabahah, istisna’. (c) Tahsiniyyat, adalah mempergunakan sesuatu yang layak dan dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik. Pada bidang muamalah seperti larangan menjual barang najis. Hukum Islam menyempurnakan hajiyyat dengan akhlak yang mulia yang merupakan bagian dari tujuan hukum Islam.

Prinsip Perwakilan (Khalifah), manusia adalah khilafah (wakil) Tuhan di muka bumi. Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya secara efektif. Kehidupan manusia senantiasa dibarengi pedoman-pedoman hidup dalam bentuk kitab-kitab suci Muhamad Kholid, Implementasi Prinsip-Prinsip Hukum Ekonomi Syariáh ke dalam Undang-undang | 149 dan shuhuf dari Allah SWT., yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia guna kebaikannya sendiri selama di dunia maupun di akhirat.

 Prinsip Amar Ma’ruf Nahy Munkar, Amar Ma’ruf yaitu keharusan mempergunakan prinsip Hukum Islam dalam kegiatan usaha sedangkan Prinsip Nahy Munkar direalisasikan dalam bentuk larangan dalam kegiatan usaha yang mengandung unsur riba, gharar, maisyir, dan haram.

Prinsip Tazkiyah, tazkiyah berarti penyucian, dalam konteks pembangunan, proses ini mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agent of development. Apabila ini dapat terlaksana dengan baik maka apapun pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh manusia tidak akan berakibat kecuali dengan kebaikan bagi diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.

Prinsip Falah, merupakan konsep tentang kesuksesan manusia. Pada prinsip ini, keberhasilan yang dicapai selama di dunia akan memberikan kontribusi untuk keberhasilan di akhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Islam tidak ada dikotomi antara usaha-usaha untuk pembangunan di dunia (baik ekonomi maupun sektor-sektor lainnya) dengan persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti.

Prinsip Kejujuran dan Kebenaran, prinsip ini tercermin dalam setiap transaksi harus tegas, jelas, dan pasti baik barang mapun harga. Transaksi yang merugikan dilarang; Mengutamakan kepentingan sosial. Objek transaksi harus memiliki manfaat. Transaksi tidak mengandung riba, transaksi atas dasar suka sama suka; dan Transaksi tidak ada unsur paksaan.

Prinsip Kebaikan (Ihsan), prinsip ini mengajarkan bahwa dalam ekonomi, setiap muslim diajarkan untuk senantiasa bermanfaat untuk orang banyak, baik seagama, senegara, sebangsa, maupun sesama manusia.

Prinsip Pertanggungjawaban (al-Mas’uliyah), prinsip ini meliputi pertanggungjawaban antara individu dengan individu, pertanggungjawaban dalam masyarakat. Manusia dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan, serta tanggungjawab pemerintah, tanggung jawab ini berkaitan dengan pengelolaan keuang negara atau kas negara (bait al-maal) dan kebijakan moneter serta fiskal.

Prinsip Kifayah, prinsip ini terkait kewajiban setiap muslim untuk peduli terhadap sesamanya. Tujuan prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat agar terhindar dari kekufuran.

Prinsip Keseimbangan (wasathiyah/i’tidal), syariat Islam mengakui hak-hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Hukum Islam menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.


 

B.     Objek Hukum Ekonomi Islam

Hukum ekonomi Islam adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia berupa perjanjian atau kontrak, berkaitan dengan hubungan manusia dengan objek atau benda-benda ekonomi dan berkaitan dengan ketentuan hukum terhadap benda-benda yang menjadi objek kegiatan ekonomi

C.    Asas-Asas Hukum Ekonomi Islam

Pada Hukum Ekonomi Syariah (fiqih muamalah), terdapat beberapa asas yang terdiri dari:

a.       Asas Mu’awanah, asas mu’awanah mewajibkan seluruh muslim untuk tolong menolong dan membuat kemitraan dengan melakukan muamalah, yang dimaksud dengan kemitraan adalah suatu startegi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.

b.      Asas Musyarakah, asas musyarakah menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan bagi keseluruhan masyarakat, oleh karena itu ada harta yang dalam muamalat diperlakukan sebagai milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan dimiliki perorangan.

c.       Asas Manfaah (tabadulul manafi’), asas manfaah berarti bahwa segala bentuk kegiatan muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bagi pihak yang terlibat, asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun (tolong menolong /gotong royong) atau mu’awanah (saling percaya) sehingga asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama. Asas manfaah adalah kelanjutan dari prinsip pemilikan dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa segala yang dilangit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, dengan demikian manusia bukanlah  pemilik yang berhak sepenuhnya atas harta yang ada di bumi ini, melainkan hanya sebagai pemilik hak memanfaatkannya.

d.      Asas Antarodhin, asas antaradhin atau suka sama suka menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing, Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan dalam menerima dan atau menyerahkan harta yag dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainnya.

e.       Asas ‘Adamul Gharar, Asas ‘adamul gharar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalat tidak boleh ada gharar atau tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi.

f.       Al Musawah, asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa setiap pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.

g.      Ash shiddiq, dalam Islam, manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan kebenaran, jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian. Perjanjan yang didalamnya terdapat unsur kebohongan menjadi batal atau tidak sah.

h.      Asas Hak Milik, Islam mengakui hak milik perorangan. Oleh karena itu Islam mewajibkan kepada umatnya untuk selalu berusaha. Dengan kepemilikan harta maka seorang muslim bisa membantu saudaranya yang lain dan memberikan hak orang lain yang ada pada hartanya sehingga dengan hartanya seorang muslim bisa mendapatkan kebahagiaan diakhirat kelak.

i.        Asas Pemerataan, asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin, dengan dasar tujuan ini maka dibuatlah hukum zakat, shadaqah, infaq.

j.        Asas al-Bir wa al-Taqwa, Al-bir artinya kebajikan dan berimbang atau proporsional maksudnya keadilan atau perilaku yang baik. Sedangkan al-taqwa berarti takut, hati-hati, jalan lurus, dan meninggalkan yang tidak berguna, melindungi dan menjaga diri dari murka Allah SWT. Asas ini yang mewadahi seluruh asas fiqih muamalah. Artinya segala asas dalam lingkup fiqih muamalah dilandasi dan diarahkan untuk Al-Bir wa al-Taqwa. Hal-hal yang harus dihindari dalam bermuamalah adalah Maisir, Gharar, Haram, Riba dan Bathil. Maisir, Maisir sering dikenal dengan perjudian, dalam praktik perjudian seseorang bisa untung dan bisa rugi. Gharar setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias diluar jangkauan termasuk jual beli gharar, boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidakjelasan suatu transaksi dilaksanakan. Haram, Ketika obyek yang diperjualbelikan ini haram, maka transaksinya menjadi tidak sah. Riba, Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah, antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan. Bathil, dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat, semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurang timbangan tidak dibenarkan, atau hal-hal kecil seperti penggunaan barang tanpa izin.


No comments:

Post a Comment