A. Kaidah Hukum Ekonomi Islam
Secara
umum, prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah/ Hukum Ekonomi Islam adalah sebagai
berikut: Prinsip Tauhid, Islam melandaskan kegiatan ekonomi sebagai suatu usaha
untuk bekal ibadah kepada Allah SWT., sehingga tujuan usaha bukan semata-mata
mencari keuntungan atau kepuasan materi dan kepentingan pribadi melainkan
mencari keridhaan Allah SWT., dan kepuasan spiritual dan sosial. Prinsip tauhid
dalam usaha sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada manusia agar
dalam hubungan kemanusiaan, sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah SWT.
Islam melandaskan ekonomi sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya.
Prinsip
Keadilan, Keadilan adalah suatu prinsip yang sangat penting dalam mekanisme
perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada
ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunah Nabi tetapi juga berdasarkan pada pertimbangan
hukum alam. Alam diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan.
Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas poduksi, perlakuan
terhadap pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan. Penegakan keadilan dalam rangka menghapus diskriminasi yang telah
diatur dalam Al-Qur’an bahkan menjadi satu tujuan utama risalah kenabian yaitu
untuk menegakan keadilan.
Prinsip
Al-Maslahah, kemaslahatan adalah tujuan pembentukan Hukum Islam yaitu
mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat dengan cara mengambil manfaat dan
menolak kemadharatan. Kemaslahatan memiliki 3 sifat, yaitu: (a) Dharuriyyat,
adalah sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan di dunia dan akhirat dan
apabila tidak ada maka kebaikan akan sirna. Sesuatu tersebut terkumpul dalam
maqasid alsyari’ah,yaitu memelihara agama, jiwa, keturunan, kekayaan, dan akal.
Mencari rizki termasuk pada dharuriyyat karena bertujuan memelihara keturunan
dan harta. Pencarian nafkah dapat dilakukan melalui jual beli (murabahah,
istisna’ dan salam), wadi’ah, musyarakah, ijarah, mudharabah, qardh, wakalah,
dll. (b) Hajiyyat, adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat untuk
menghilangkan kesulitan tetapi tidak adanya hajiyyat tidak menyebabkan rusaknya
kehidupan. Pada bidang muamalah seperti jual-beli salam, murabahah, istisna’.
(c) Tahsiniyyat, adalah mempergunakan sesuatu yang layak dan dibenarkan oleh
adat kebiasaan yang baik. Pada bidang muamalah seperti larangan menjual barang
najis. Hukum Islam menyempurnakan hajiyyat dengan akhlak yang mulia yang
merupakan bagian dari tujuan hukum Islam.
Prinsip
Perwakilan (Khalifah), manusia adalah khilafah (wakil) Tuhan di muka bumi.
Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta
materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya secara efektif. Kehidupan
manusia senantiasa dibarengi pedoman-pedoman hidup dalam bentuk kitab-kitab
suci Muhamad Kholid, Implementasi Prinsip-Prinsip Hukum Ekonomi Syariáh ke
dalam Undang-undang | 149 dan shuhuf dari Allah SWT., yang berfungsi untuk
mengatur kehidupan manusia guna kebaikannya sendiri selama di dunia maupun di
akhirat.
Prinsip Amar Ma’ruf Nahy Munkar, Amar Ma’ruf
yaitu keharusan mempergunakan prinsip Hukum Islam dalam kegiatan usaha
sedangkan Prinsip Nahy Munkar direalisasikan dalam bentuk larangan dalam
kegiatan usaha yang mengandung unsur riba, gharar, maisyir, dan haram.
Prinsip
Tazkiyah, tazkiyah berarti penyucian, dalam konteks pembangunan, proses ini
mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agent of development.
Apabila ini dapat terlaksana dengan baik maka apapun pembangunan dan
pengembangan yang dilakukan oleh manusia tidak akan berakibat kecuali dengan
kebaikan bagi diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.
Prinsip
Falah, merupakan konsep tentang kesuksesan manusia. Pada prinsip ini,
keberhasilan yang dicapai selama di dunia akan memberikan kontribusi untuk
keberhasilan di akhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan
petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Islam tidak ada dikotomi antara
usaha-usaha untuk pembangunan di dunia (baik ekonomi maupun sektor-sektor
lainnya) dengan persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti.
Prinsip
Kejujuran dan Kebenaran, prinsip ini tercermin dalam setiap transaksi harus
tegas, jelas, dan pasti baik barang mapun harga. Transaksi yang merugikan
dilarang; Mengutamakan kepentingan sosial. Objek transaksi harus memiliki
manfaat. Transaksi tidak mengandung riba, transaksi atas dasar suka sama suka;
dan Transaksi tidak ada unsur paksaan.
Prinsip
Kebaikan (Ihsan), prinsip ini mengajarkan bahwa dalam ekonomi, setiap muslim
diajarkan untuk senantiasa bermanfaat untuk orang banyak, baik seagama,
senegara, sebangsa, maupun sesama manusia.
Prinsip
Pertanggungjawaban (al-Mas’uliyah), prinsip ini meliputi pertanggungjawaban
antara individu dengan individu, pertanggungjawaban dalam masyarakat. Manusia
dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya
kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan, serta tanggungjawab
pemerintah, tanggung jawab ini berkaitan dengan pengelolaan keuang negara atau
kas negara (bait al-maal) dan kebijakan moneter serta fiskal.
Prinsip
Kifayah, prinsip ini terkait kewajiban setiap muslim untuk peduli terhadap
sesamanya. Tujuan prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran dan mencukupi
kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat agar terhindar dari kekufuran.
Prinsip
Keseimbangan (wasathiyah/i’tidal), syariat Islam mengakui hak-hak pribadi
dengan batas-batas tertentu. Hukum Islam menentukan keseimbangan kepentingan
individu dan kepentingan masyarakat. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.
B.
Objek
Hukum Ekonomi Islam
Hukum
ekonomi Islam adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia
berupa perjanjian atau kontrak, berkaitan dengan hubungan manusia dengan objek
atau benda-benda ekonomi dan berkaitan dengan ketentuan hukum terhadap
benda-benda yang menjadi objek kegiatan ekonomi
C.
Asas-Asas
Hukum Ekonomi Islam
Pada
Hukum Ekonomi Syariah (fiqih muamalah), terdapat beberapa asas yang terdiri
dari:
a. Asas
Mu’awanah, asas mu’awanah mewajibkan seluruh muslim untuk tolong menolong dan
membuat kemitraan dengan melakukan muamalah, yang dimaksud dengan kemitraan
adalah suatu startegi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan.
b. Asas
Musyarakah, asas musyarakah menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah kerjasama
antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat
melainkan bagi keseluruhan masyarakat, oleh karena itu ada harta yang dalam
muamalat diperlakukan sebagai milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan
dimiliki perorangan.
c. Asas
Manfaah (tabadulul manafi’), asas manfaah berarti bahwa segala bentuk kegiatan
muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bagi pihak yang terlibat, asas
ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun (tolong menolong /gotong
royong) atau mu’awanah (saling percaya) sehingga asas ini bertujuan menciptakan
kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling
memenuhi keperluannya masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama. Asas
manfaah adalah kelanjutan dari prinsip pemilikan dalam hukum Islam yang
menyatakan bahwa segala yang dilangit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik
Allah SWT, dengan demikian manusia bukanlah
pemilik yang berhak sepenuhnya atas harta yang ada di bumi ini,
melainkan hanya sebagai pemilik hak memanfaatkannya.
d. Asas
Antarodhin, asas antaradhin atau suka sama suka menyatakan bahwa setiap bentuk
muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan
masing-masing, Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk
muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan dalam menerima dan atau
menyerahkan harta yag dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainnya.
e. Asas
‘Adamul Gharar, Asas ‘adamul gharar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalat
tidak boleh ada gharar atau tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu
pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan hilangnya
unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi.
f. Al
Musawah, asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa setiap
pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.
g. Ash
shiddiq, dalam Islam, manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan
kebenaran, jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan,
maka akan berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian. Perjanjan yang didalamnya
terdapat unsur kebohongan menjadi batal atau tidak sah.
h. Asas
Hak Milik, Islam mengakui hak milik perorangan. Oleh karena itu Islam
mewajibkan kepada umatnya untuk selalu berusaha. Dengan kepemilikan harta maka
seorang muslim bisa membantu saudaranya yang lain dan memberikan hak orang lain
yang ada pada hartanya sehingga dengan hartanya seorang muslim bisa mendapatkan
kebahagiaan diakhirat kelak.
i.
Asas Pemerataan, asas pemerataan adalah
penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta
tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan
secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin, dengan dasar
tujuan ini maka dibuatlah hukum zakat, shadaqah, infaq.
j.
Asas al-Bir wa al-Taqwa, Al-bir artinya
kebajikan dan berimbang atau proporsional maksudnya keadilan atau perilaku yang
baik. Sedangkan al-taqwa berarti takut, hati-hati, jalan lurus, dan
meninggalkan yang tidak berguna, melindungi dan menjaga diri dari murka Allah
SWT. Asas ini yang mewadahi seluruh asas fiqih muamalah. Artinya segala asas
dalam lingkup fiqih muamalah dilandasi dan diarahkan untuk Al-Bir wa al-Taqwa.
Hal-hal yang harus dihindari dalam bermuamalah adalah Maisir, Gharar, Haram,
Riba dan Bathil. Maisir, Maisir sering dikenal dengan perjudian, dalam praktik
perjudian seseorang bisa untung dan bisa rugi. Gharar setiap transaksi yang
masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias diluar
jangkauan termasuk jual beli gharar, boleh dikatakan bahwa konsep gharar
berkisar kepada makna ketidakjelasan suatu transaksi dilaksanakan. Haram,
Ketika obyek yang diperjualbelikan ini haram, maka transaksinya menjadi tidak
sah. Riba, Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah, antara lain
dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas
dan waktu penyerahan. Bathil, dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus
dijunjung adalah tidak ada kedzaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat,
semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. maka, dari sisi ini
transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat.
Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurang timbangan tidak
dibenarkan, atau hal-hal kecil seperti penggunaan barang tanpa izin.
No comments:
Post a Comment